Disclaimer: Suzanne Collin's
Summary: Cato/OC
Timeline: The 74th Hunger Games
WARNING: OOC, Gaje, Jelek, Misstypo(s), dsb
RnR please :D
oooOOOoooooOOOOooooOOOOooooOO
Besok masih banyak urusan tentang Hunger Games yang belum terselesaikan.
Aku harus mengajukan diri sebagai peserta. Mungkin dengan Cato di sampingku.
Chelsea's POV
Pagi yang cerah, membuat wajahku ikut cerah juga. Hari ini dari anak-anak berumur 12 sampai 18
tahun akan dipilih satu perempuan dan satu laki-laki untuk dikirim ke Hunger Games.
Kalau di Distrik 2, tempatku, beberapa bisa mengajukan diri karena kami termasuk
kebanggaan Capitol. Dan aku akan mengajukan diri.
Sekitar jam delapan tepat, aku dan semua orang warga Distrik Dua berjalan dengan tenang
menuju alun-alun. Kami berbaris sesuai umur, para anak berumur 12 sampai 18 tahun diutamakan.
Terlihat dari belakang panggung muncul Leena Clockwork. Seperti biasa, pakaian minim dan
serba bulu-bulu menghiasi tubuh indahnya. "Selamat pagi, semua. Hari ini hari yang indah, bukan?
Ya, Hunger Games ke-74 akan dimulai. Semoga keberuntungan menyertaimu selalu!"
serunya dengan suara yang mirip dengan tikus tercekik.
"Seperti biasa, perempuan terlebih dahulu… Ada yang ingin.. mengajukan diri?" tanya Leena.
Dengan cepat, aku mengulurkan tangan kananku, tinggi-tinggi. Mata Leena yang hijau
menangkap gerakan tanganku yang cepat. Tangannya terulur, menyuruhku untuk naik ke
podium. Para Penjaga Perdamaian yang memakai serba putih mempersilahkan aku untuk naik
ke podium.
"Baiklah, anak manis. Siapa namamu?" Tanya Leena, sedikit menyeringai. "Chelsea Evans."
Dengan suaranya yang menyebalkan ia membalas, "Aaah, tak ingin kalah dari kakakmu yang
tampan itu, kan?" Aku mendelik. Mentang-mentang badan bagus dan wajah sempurna,
ia merayu semua pria tampan di Distrik Dua. "Well, terima kasih sudah mengajukan diri, Chelsea."
Baiklah, laki-laki?" ringkas Leena. Aku melihat Cato.
Dengan tegas ia mengangkat tangan kanannya. Tangan Leena terulur, menyuruhnya
untuk naik ke podium.
Setiap langkah Cato, aku memperhatikan bahwa pandangan matanya
tak pernah lepas dariku seakan-akan mengatakan, 'Aku tak akan melepaskanmu, Lisca.'
Oh, baiklah. Terserah kau, yang penting aku mengikuti permainan ini.
Cato naik ke podium. Sambutan Leena terhadap Cato berbeda denganku.
Tangannya yang mulus terulur untuk merangkul pinggang Cato yang faktanya memang
lebih tinggi sekitar 40 cm darinya. Aku mendengus, menahan tawa.
Pendek sekali dia, aku saja hanya berbeda 15 cm darinya.
Cato merasa risih dengan kelakuan perempuan genit itu.
Dengan agak keras namun tetap dengan cara yang lembut ia melepaskan rangkulan perempuan itu.
Leena terlihat tak peduli, "Namamu, manis?" Matanya berkedip-kedip genit.
Sampai-sampai aku ingin menemukan apakah ada yang terselip di matanya sehingga
membuatnya harus berkedip-kedip seperti orang yang kelilipan.
"Tak usah pakai kata itu. Aku Cato," gumam Cato, cuek.
Leena bertepuk tangan, "Mari beri semangat untuk kedua tribute kita!"
Semua orang di distrik bertepuk tangan meriah. Orang tuaku berpelukan senang.
Leena menatap aku dan Cato, "Bersalaman."
Aku menatap Cato sejenak lalu menyunggingkan senyum.
Bukan senyum kosong seperti biasa, namun senyum tanda terima kasih. C
ato menulurkan tangan kanannya. Aku membalas salamnya.
Di permulaan Hunger Games kami memang bisa menjadi sekutu, namun jika keadaan
sudah tergencet kami akan menjadi musuh.
Aku tak bisa membayangkan itu sekarang.
Apalagi merasakan genggaman kuat persahabatan dan cinta yang hangat dari tangan Cato.
Author's Note: Maaf jelek banget Baru permulaan nih belum ke permasalahan RnR please? And no flames, thanks :D
Summary: Cato/OC
Timeline: The 74th Hunger Games
WARNING: OOC, Gaje, Jelek, Misstypo(s), dsb
RnR please :D
oooOOOoooooOOOOooooOOOOooooOO
Besok masih banyak urusan tentang Hunger Games yang belum terselesaikan.
Aku harus mengajukan diri sebagai peserta. Mungkin dengan Cato di sampingku.
Chelsea's POV
Pagi yang cerah, membuat wajahku ikut cerah juga. Hari ini dari anak-anak berumur 12 sampai 18
tahun akan dipilih satu perempuan dan satu laki-laki untuk dikirim ke Hunger Games.
Kalau di Distrik 2, tempatku, beberapa bisa mengajukan diri karena kami termasuk
kebanggaan Capitol. Dan aku akan mengajukan diri.
Sekitar jam delapan tepat, aku dan semua orang warga Distrik Dua berjalan dengan tenang
menuju alun-alun. Kami berbaris sesuai umur, para anak berumur 12 sampai 18 tahun diutamakan.
Terlihat dari belakang panggung muncul Leena Clockwork. Seperti biasa, pakaian minim dan
serba bulu-bulu menghiasi tubuh indahnya. "Selamat pagi, semua. Hari ini hari yang indah, bukan?
Ya, Hunger Games ke-74 akan dimulai. Semoga keberuntungan menyertaimu selalu!"
serunya dengan suara yang mirip dengan tikus tercekik.
"Seperti biasa, perempuan terlebih dahulu… Ada yang ingin.. mengajukan diri?" tanya Leena.
Dengan cepat, aku mengulurkan tangan kananku, tinggi-tinggi. Mata Leena yang hijau
menangkap gerakan tanganku yang cepat. Tangannya terulur, menyuruhku untuk naik ke
podium. Para Penjaga Perdamaian yang memakai serba putih mempersilahkan aku untuk naik
ke podium.
"Baiklah, anak manis. Siapa namamu?" Tanya Leena, sedikit menyeringai. "Chelsea Evans."
Dengan suaranya yang menyebalkan ia membalas, "Aaah, tak ingin kalah dari kakakmu yang
tampan itu, kan?" Aku mendelik. Mentang-mentang badan bagus dan wajah sempurna,
ia merayu semua pria tampan di Distrik Dua. "Well, terima kasih sudah mengajukan diri, Chelsea."
Baiklah, laki-laki?" ringkas Leena. Aku melihat Cato.
Dengan tegas ia mengangkat tangan kanannya. Tangan Leena terulur, menyuruhnya
untuk naik ke podium.
Setiap langkah Cato, aku memperhatikan bahwa pandangan matanya
tak pernah lepas dariku seakan-akan mengatakan, 'Aku tak akan melepaskanmu, Lisca.'
Oh, baiklah. Terserah kau, yang penting aku mengikuti permainan ini.
Cato naik ke podium. Sambutan Leena terhadap Cato berbeda denganku.
Tangannya yang mulus terulur untuk merangkul pinggang Cato yang faktanya memang
lebih tinggi sekitar 40 cm darinya. Aku mendengus, menahan tawa.
Pendek sekali dia, aku saja hanya berbeda 15 cm darinya.
Cato merasa risih dengan kelakuan perempuan genit itu.
Dengan agak keras namun tetap dengan cara yang lembut ia melepaskan rangkulan perempuan itu.
Leena terlihat tak peduli, "Namamu, manis?" Matanya berkedip-kedip genit.
Sampai-sampai aku ingin menemukan apakah ada yang terselip di matanya sehingga
membuatnya harus berkedip-kedip seperti orang yang kelilipan.
"Tak usah pakai kata itu. Aku Cato," gumam Cato, cuek.
Leena bertepuk tangan, "Mari beri semangat untuk kedua tribute kita!"
Semua orang di distrik bertepuk tangan meriah. Orang tuaku berpelukan senang.
Leena menatap aku dan Cato, "Bersalaman."
Aku menatap Cato sejenak lalu menyunggingkan senyum.
Bukan senyum kosong seperti biasa, namun senyum tanda terima kasih. C
ato menulurkan tangan kanannya. Aku membalas salamnya.
Di permulaan Hunger Games kami memang bisa menjadi sekutu, namun jika keadaan
sudah tergencet kami akan menjadi musuh.
Aku tak bisa membayangkan itu sekarang.
Apalagi merasakan genggaman kuat persahabatan dan cinta yang hangat dari tangan Cato.
Author's Note: Maaf jelek banget Baru permulaan nih belum ke permasalahan RnR please? And no flames, thanks :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar