Jumat, 06 April 2012

Trust and Faith (Part 4)

Penasaran? Baca...
Nggak penasaran? Makasih :)


Jeanette, Michael, dan Natasha menatap pucat kedua teman mereka itu.
Tiba-tiba Michael berdiri sambil merengut kepalanya, “Aaargggh…!!!”  Ruth dan Wicak segera menghampiri Michael. Wicak menahan pergelangan Michale yang memberontak sambil mengusir iblis itu ditemani dengan Ruth yang mengalungkan Rosario itu pada leher Michael. “Keluar!” Seru Michael parau. “KELUAR dari tubuh gue..!” Geram Michael.
Lacie, Shane, Ica, dan Trixie berkumpul karena takut. Telapak tangan Yolen, Kesha, dan Lacie sudah basah karena gugup. Keringat keluar dari kulit Michael yang masih mengerang.
“Salam Maria penuh rahmat, Tuhan serta- Mu,”  Ruth mendoakan Salam Maria untuk ke tiga kalinya. “Dalam nama Bapa dan Puter dan Roh Kudus. Keluar..!”  Seru Wicak sambil memukul pelan kepala Michael. Remaja laki-laki yang pintar bermain piano itu tersentak.
Michael berdiri, ia sudah sadar sepenuhnya. “Gue kerasukan,”  bisik Michael lirih pada Ruth dan Wicak. Wicak mengangguk, “Kenapa bisa?”  Michael menggeleng, “Nggak tau. Rencana gue abis main ‘My Heart Will Go On’, gue mau mainin ‘Beauty and The Beast’. Terus jari gue kayak nggak kekontrol gitu dan semuanya jadi gelap. Dan gue sadar, gue pingsan saat itu.”
“Pingsan?” Tanya Trixie, “Terus yang mainin piano tadi siapa dong?” Timoteus menjawab, “Setan atau iblis.”  Victoria berujar, “Nggak ada yang tau.”  “Dan gue nggak mau tau,” sambar Ella.
Terjadi keheningan sebentar. “Masih jam 12 malem, nih.” Ucap Fuchu, “Kita mau ngapain?” Adiet mengambil alih, “Kayaknya kita harus kuasain dulu deh ketegangan ama emosi di sini. Auranya jelek banget.”  Natasha menolak, “Nggak ah. Gue suka aura begini.” Jeanette mengangguk, “Yoi, mencengkam.. Serem. Seru, deh!” Charlene menautkan dahiinya, “Lu berubah, ya, Jean?”  Jeanette bertanya balik heran, “Hah? Enggak, kok..”
“Jadi kita mau ngapain?” Tanya Shane. “Lebih baik nunggu sampe jam 3 pagi dan jangan sentuh piano itu lagi!” ujar Tara merinding.  “Kalo kita nunggu begini kayak kambing congek, gue males banget!” Bantah Haemin. “Terus lo maunya kayak gimana?” Seru Seungrin protes. Haemin agak terkejut mendengarnya, “Lho? Kok lo jadi nggak santai begitu? Gue males diem doang di sini!”
Kesha terlihat bermain dengan ponselnya. “Kes, lu kenapa asyik main hape gitu?” Tanya Diaz.  Kesha mendongakkan kepalanya, “E-eh? Oh, cuman iseng aja. Soalnya, hape gue bisa dijadiin kayak semacam radar gitu kalo ada yang aneh ama situasi beginian.” George dan Katrina terlihat bingung. “Radar apaan?” Tanya hampir sebagian teman-temannya, nyaris bersamaan.
“Radar, ya, radar. Susah ngejelasinnya. Tapi, radar buat nyari sesuatu yang aneh atau janggal di tempat ini. Misalkan, aura jelek atau hal-hal gaib gak jelas gitu deh….” Jelas Kesha panjang-pendek. Beberapa raut wajah murid-murid 7C terlihat ingin tau. “Kes, bisa nggak digunain sekarang? Gue kepo gara-gara kejadian tadi,” ucap Ella sedikit tak sabar. “Ah, anak kepo. Kampungan amat,” cemooh Aldoker. “Emang elu pernah liat radar begituan?” Tanya Ella. “Nggak,” Jawab Aldoker.
Kasha mengangkat kedua bahunya, “Mungkin aja.” Kembali ia berkutik dengan ponselnya. Entah ada apa, namun ponsel Kesha yang terlalu canggih dengan alat mata-mata itu mengeluarkan cahaya biru di ujungnya. Kasha mengarahkan ponselnya ke segala tempat.
“Radar aura jelek yang lagi gue pake,” ucap Kesha. Ia berjalan pelan ke sana kemari sambil melihat ponselnya. Lalu ia berhenti di antara Jeanette dan Natasha. “Kenapa?” Tanya Kiiro. “Kok, berhenti?” Tanya Marci sambil menautkan kedua alisnya. Kesha menggenggam erat ponselnya dan menghela nafasnya berat, “Jeanette sama Natasha kenapa ngeluarin aura buruk?”


RT @Queen_Violette
No flames! 

1 komentar: